CARA MENANGANI CRD KOMPLEK DI PETERNAKAN AYAM (1)
Ternak Pertama - CARA MENANGANI CRD KOMPLEK DI PETERNAKAN AYAM - Penyakit
CRD komplek merupakan salah satu penyakit yang sering “mampir” ke peternakan ayam, baik ayam pedaging
(broiler) maupun ayam layer (petelur). Penyekit ini sangat merugikan karena
selain menghambat pertumbuhan dan produksi telur, CRD komplek juga
mengakibatkan mortalitas yang cukup tinggi.
Penyakit
CRD hampir pasti pernah terjadi di sebuah peternakan ayam. Hampir di setiap
periode pemeliharaan, serangan bakteri Mycoplasma
gallisepticum (penyebab penyakit CRD) selalu muncul. Penyakit CRD komplek
merupakan penyakit CRD yang diikuti oleh penyakit sekunder antara lain collibasilosis.
Penyakit
ini umumnya disebabkan oleh kesalahan manajemen. Penerapan manajemen
pemeliharaan yang kurang baik menjadi predisposisi
(faktor pemicu munculnya penyakit). Meski demikian, serangan penyakit ini juga
bisa disebabkan karena kualitas DOC yang kurang baik.
Faktor Pemicu
Serangan CRD Kompleks
Kasus
di lapangan, merebaknya kasus CRD kompleks seringkali disebabkan karena
kesalahan manajemen pemeliharaan. Bahkan, penyakit ini disebut juga sebagai
penyakit kesalahan manajemen. Kesalahan manajemen yang dimaksud adalah
kepadatan yang terlalu tinggi, litter yang basah, sirkulasi udara yang tidak
lancar, bioscurity yang buruk, temperatur pada masa brooding yang tidak optimal dan sebagainya. Kondisi ini diperparah
dengan DOC yang berkualitas rendah.
Perbaikan
genetik ayam ras telah menunjukkan perkembangan yang sungguh pesat. Ayam
pedaging mampu tumbuh cepat dengan efisiensi ransum semakin baik. Demikian pula
dengan ayam petelur, mampu menghasilkan telur dalam waktu lebih awal (bertelur
lebih awal 2 minggu) dengan puncak produksi lebih tinggi dan persistensi
produksi telur yang lebih lama.
Pada
ayam pedaging, pertumbuhan berat badan yang begitu pesat tidak diimbangi dengan
perkembangan organ dalam, seperti jantung dan paru-paru. Hal ini mengakibatkan
paru-paru dipaksa bekerja keras dalam menyuplai oksigen untuk proses
metabolisme tubuh. Akibatnya, organ pernapasan ini menjadi lebih rentan
terhadap gangguan. Kondisi ini juga dialami oleh organ pernapasan lainnya,
seperti hidung (sinus hidung), trakea dan kantung udara.
Pertumbuhan
berat badan yang cepat tanpa diikuti dengan perkembangan organ dalam akan
memicu munculnya penyakit saluran pernapasan. DOC dengan ukuran berat badan di
bawah standar lebih rentan terserang penyakit pernapasan. Kondisi
tubuhnya yang lemah menyebabkan DOC yang berukuran tubuh lebih kecil lebih
mudah terinfeksi bakteri M. gallisepticum
maupun E. coli.
Anak
ayam yang terserang CRD akan menunjukkan gejala berupa tubuh lemah, sayap
terkulai, mengantuk dan diare berwarna seperti tanah. Pada perkembangan
selanjutnya, anak ayam menjadi rentan terhadap infeksi penyakit lainnya,
misalnya korisa, IB atau ND. Hal ini disebabkan infeksi CRD menyebabkan
kerusakan sinus hidung (sinus infraorbitalis) yang merupakan sistem pertahanan
pertama bagi masuknya bibit penyakit melalui saluran pernapasan.
Oleh
karena itu, untuk menjaga produktivitas ayam tetap optimal dan tidak mudah
terserang penyakit saluran pernapasan (CRD komplek) penerapan tata laksana
pemeliharaan yang baik sekaligus pengaplikasian konsep biosecurity secara ketat
menjadi langkah yang tepat untuk mencapai hal itu.
Gejala dan ciri penyakit CRD Komplek
Penyakit
CRD kompleks identik terjadi pada ayam pedaging, namun ayam petelur juga sering
mengalami penyakit ini. Pada perkembangannya, serangan CRD kompleks pada ayam
pedaging mulai terjadi saat umur > 2 minggu dan serangan CRD kompleks banyak
terjadi pada umur 22-28 hari. Pada ayam petelur, serangan CRD kompleks paling
sering menyerang pada umur 6-12 minggu.
Seperti
halnya penyakit CDR, gejala CRD kompleks dapat berupa ngorok, lesu, bulu kusam,
turunnya nafsu makan dan pertambahan bobot badan terhambat serta penurunan
produsi telur pada ayam petelur. CRD Komplek merupakan penyakit komplikasi
antara infeksi M. gallisepticum dan E. coli. Komplikasi keduanya menimbulkan
perubahan yang khas, yaitu perihepatitis dan perikarditis fibrinus sampai
fibrinopurulen. Salpingitis atau oviduk yang terisi eksudat kaseus juga
mencirikan komplikasi CRD dan colibacillosis.
Pencegahan dan Penanganan CRD Komplek
Rumus
dalam penanganan terhadap suatu penyakit adalah penanganan penyakit harus disertai
dengan perbaikan manajemen pemeliharaan. Oleh karena itu, sebelum atau
setelah ternak terserang penyakit wajib
melakukan perbaikan manajemen pemeliharaan.
Lakukan
Seleksi Sedini Mungkin
Segera
melakukan seleksi saat chick in menjadi salah satu teknik menekan penyebaran
CRD. Lakukan culling (afkir dini)
jika ayam cacat dan isolasi anak ayam yang lemah untuk diberi perlakuan khusus,
seperti pemberian multivitamin maupun
antibiotik.
Perbaiki
manajemen brooding
Masa
brooding menjadi “pondasi” bagi pertumbuhan ayam pada masa selanjutnya karena
masa brooding merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan seluruh sel dan
organ tubuh ayam, yaitu organ pencernaan, pernapasan, reproduksi dan organ
kekebalan atau pertahanan tubuh. Kesalahan pada periode ini akan memberikan
dampak tersendiri yaitu pertumbuhan dan produktivitas yang tidak optimal.
Terlebih lagi jika ayam sempat terserang penyakit (misalnya penyakit CRD kompleks).
Kesalahan
yang umum dilakukan peternak adalah saat kondisi cuaca dingin, pemanas atau brooder selalu dihidupkan dan tirai
kandang ditutup (tanpa celah ventilasi) dengan anggapan agar mampu menjaga
panas di dalam kandang tetap stabil. Namun, tahukah kita bahwa hal tersebut
kurang tepat? Panas yang cukup memang menjadi syarat agar DOC AYAM dapat tumbuh dengan
baik, namun mempertahankan panas dengan menghilangkan ventilasi kandang dapat
berakibat sebaliknya. Ventilasi kandang yang tertutup akan menyebabkan gas sisa
pembakaran dari brooder, amonia dari kandang maupun debu dari litter tidak
dapat dikeluarkan dari kandang. Akibatnya, kualitas udara menurun sehingga
memicu serangan penyakit pernapasan, terutama CRD. Selain itu, kasus ascites
dapat terpicu dengan kondisi tersebut. Oleh karena itu, pertahankan suhu
kandang agar tetap nyaman sekaligus tetap memberikan sedikit celah (20-30 cm)
sebagai jalur sirkulasi udara.
Jaga
dan perhatikan kualitas litter
Selain
sistem sirkulasi tersebut, kualitas litter yang digunakan juga harus
diperhatikan. Gunakan bahan litter yang mudah menyerap air dan tidak
menimbulkan debu. Sebelum bahan litter dimasukkan lakukan desinfeksi terlebih
dahulu. Saat masih memakai alas koran, lakukan penggantian koran setiap hari.
Litter yang telah menggumpal dan basah harus segera diangkat dan diganti dengan
yang baru. Kesalahan fatal yang sering terjadi di lapangan adalah seringkali
liter yang basah hanya di tutup saja dengan sekam kering, akibatnya sekam yang
basah tersebut menjadi media yang sangat ideal bagi berkembangnya bibit
penyakit.
Artikel Selanjutnya :
Artikel Selanjutnya :