TUNTAS MEMBERANTAS PENYAKIT CACINGAN PADA SAPI
TUNTAS MEMBERANTAS
PENYAKIT CACINGAN PADA SAPI
Penyakit cacingan. Pengendalianya butuh kemauan dari peternak
Kasus
cacingan yang terjadi pada sapi disinyalir dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang menjadi predisposisi (pemicu) penyakit tersebut. Faktor-faktor tersebut di
antaranya umur, musim atau kondisi lingkungan, keberadaan vektor (inang antara)
dan metode pemeliharaan.
1. Umur
Jika
dilihat dari umur serangannya, kasus cacingan pada sapi dapat menyerang semua
umur. Namun, berdasarkan jumlah kasus yang terjadi di lapangan, pedet cenderung
memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi terhadap kasus cacingan. Pedet
lebih rentan terserang penyakit cacingan karena memiliki daya tahan tubuh yang
belum optimal.
2. Musim atau kondisi lingkungan
Kasus
cacingan terutama sering ditemukan pada saat musim hujan atau kondisi
lingkungan lembab dan basah yang umumnya disebabkan oleh manajemen pemeliharaan
yang kurang baik. Kondisi tersebut menjadi media yang cocok untuk perkembangan
telur cacing menjadi bentuk yang siap masuk ke dalam tubuh sapi.
Pada
peternakan sapi skala kecil, umumnya sanitasi atau kebersihan kandang masih
sangat minim, sehingga kandang lebih sering dalam kondisi yang kotor dan becek.
Oleh karena itu, besar kemungkinannya sapi yang dipelihara dalam kandang
seperti ini terserang cacingan.
3. Keberadaan vektor (inang antara)
Beberapa
jenis cacing yang menyerang sapi membutuhkan inang antara seperti siput air
tawar dalam siklus hidupnya. Pada kondisi yang lembab, hewan ini mampu hidup
dan berkembang biak dengan sangat baik. Maka tak heran pada saat musim hujan
siput air tawar ini sering kita jumpai karena populasinya yang bertambah
banyak. Apabila dikaitkan dengan kasus cacingan pada sapi, kondisi ini tentu
saja dapat meningkatkan resiko serangan parasit cacing pada ternak sapi.
4. Metode pemeliharaan
Jika
ditinjau dari metode pemeliharaannya, sapi yang dipelihara dengan sistem
tradisional (ekstensif) lebih beresiko terserang penyakit cacingan dibandingkan
dengan sapi yang dipelihara dengan sistem yang lebih modern (intensif). Pada
pemeliharaan dengan sistem ekstensif, sapi dibiarkan bebas merumput atau
mencari makan sendiri di lahan penggembalaan. Padahal tidak jarang
tempat-tempat yang dijadikan sebagai lahan penggembalaan tersebut telah
terkontaminasi telur atau larva cacing. Sedangkan pada pemeliharaan dengan
sistem intensif, sapi sepanjang hari dikandangkan dan pakan diberikan pada
waktu tertentu oleh pemilik ternak. Hal ini tentu saja dapat mengurangi resiko
sapi untuk kontak dengan telur maupun larva cacing.
Gejala Klinis dan
Perubahan Organ (Patologi Anatomi)
Kasus
cacingan pada ternak sapi umumnya berjalan secara kronis (dalam waktu yang
lama), sehingga pada awal serangan gejalanya sulit untuk diamati. Secara umum
sapi yang terserang cacingan badannya kurus, bulu kusam dan berdiri, mengalami
diare atau bahkan konstipasi (sulit buang air besar), nafsu makan menurun dan
terkadang mengalami anemia.
Berdasarkan
kasus yang dilaporkan di lapangan, pedet sapi yang menderita toxocariasis menunjukkan gejala diare
dan badannya menjadi sangat kurus. Pernah dilaporkan juga bahwa kasus toxocariasis pada pedet dapat
menyebabkan kematian. Pedet yang bertahan hidup biasanya akan mengalami
gangguan pertumbuhan. Perubahan patologi anatomi yang ditemukan pada pedet yang
mati akibat serangan toxocariasis adalah terjadinya peradangan pada saluran
percernaan usus halus.
Sapi
dewasa yang terserang toxocariasis
umumnya tidak menunjukkan gejala yang jelas. Hanya saja, infestasi cacing T. vitulorum pada sapi perah biasanya
akan menurunkan kualitas susu karena mengandung larva cacing ini.
Sementara
pada kasus fasciolosis, sering dilaporkan ternak sapi mengalami gangguan
pencernaan berupa konstipasi dengan feses yang kering. Pada kasus yang sudah
parah, seringkali sapi menunjukkan gejala diare, pertumbuhan yang terhambat
bahkan terjadi penurunan produktivitas. Apabila ternak sapi dipotong, dapat
kita amati adanya perubahan patologi anatomi terutama pada organ hati. Pada
kasus akut (kasus penyakit berjalan singkat) akan ditemui adanya pembendungan
dan pembengkakkan hati, permukaan hati biasanya akan mengalami perdarahan titik
(ptechie) serta kantong empedu dan usus mengandung darah. Sementara pada kasus
kronis, biasanya terjadi penebalan dinding saluran empedu dan pengerasan
jaringan hati (serosis hati). Pada saluran empedu biasanya dapat ditemukan
parasit cacing bahkan seringkali terdapat batu empedu.
Cara Mendiagnosa
Cacingan pada Sapi
Salah
satu problem tidak teridentifikasinya kasus cacingan pada sapi yaitu akibat
minimnya gejala klinis yang dapat teramati. Bahkan pada kasus cacingan yang
masih awal, sapi biasanya masih terlihat sehat tanpa menunjukkan adanya gejala
klinis. Selain itu, gejala klinis yang muncul pada kasus cacingan pun merupakan
gejala yang sangat umum sehingga kadang masih menyulitkan untuk mengarahkan
diagnosa. Terkecuali jika kasus cacingan sudah sangat parah, maka dapat kita
temukan adanya cacing dewasa pada feses sapi, terutama untuk cacing yang
menyerang saluran pencernaan.
Untuk
membantu meneguhkan diagnosa cacingan pada sapi dapat dilakukan melalui uji
laboratorium, yaitu uji feses. Pemeriksaan atau uji feses bertujuan untuk
mengetahui keberadaan telur cacing secara kualitatif maupun kuantitatif. Selain
keberadaan telur, pada feses juga dapat ditemukan keberadaan larva cacing.
Lebih jauh lagi, pada uji feses ini dapat diidentifikasi jenis cacing yang
menyerang berdasarkan karakteristik telur yang ditemukan. Melalui uji ini juga
kasus cacingan pada sapi dapat diidentifikasi sejak dini sehingga pengobatannya
pun akan relatif lebih mudah dan kerugian ekonomi yang lebih besar dapat
diminimalkan.
Pengendalian dan
Penanganan Cacingan
Pengendalian
dan penanganan kasus cacingan pada sapi dapat dilakukan dengan cara yang
sederhana, yaitu memutus siklus hidup dari parasit cacing tersebut. Cara ini
dianggap cukup murah dan sangat efektif untuk memberantas kasus cacingan pada
sapi yang selalu berulang dari tahun ke tahun. Beberapa hal yang harus
diperhatikan terkait upaya pengendalian dan penanganan kasus cacingan pada sapi
di antaranya :
1. Program pemberian anthelmintika (obat cacing)
Pemberian
anthelmintika merupakan langkah utama dalam upaya pengendalian dan penanganan
cacingan baik pada pedet maupun sapi dewasa. Pemberian anthelmintika sebaiknya
tidak hanya dilakukan pada ternak sapi yang telah dipastikan positif cacingan
mengingat hampir sebagian besar sapi terutama yang dipelihara secara
tradisional menderita cacingan. Program pemberian anthelmintika sebaiknya
dilakukan sejak masih pedet (umur 7 hari) dan diulang secara berkala setiap 3-4
bulan sekali guna membasmi cacing secara tuntas dan memutus siklus hidup
parasit tersebut.
2. Sanitasi kandang dan lingkungan
Kasus
cacingan pada sapi akan menjadi lebih sulit diberantas jika tidak ditunjang
dengan sanitasi kandang dan lingkungan yang baik. Upaya yang dapat dilakukan di
antaranya menjaga drainase kandang dan lingkungan di sekitarnya sehingga tidak
lembab dan becek serta menghindari adanya kubangan-kubangan air pada tanah.
Selain itu, tanaman dan rumput-rumput liar di sekitar kadang dibersihkan serta
melakukan desinfeksi kandang secara rutin menggunakan Antisep tik
3. Sistem penggembalaan dan pemberian rumput
Saat
menggembalakan sapi, sebaiknya hindari tempat-tempat penggembalaan yang becek
dan padang rumput yang diberi pupuk kandang tanpa diketahui dengan jelas asal
usulnya. Selain itu, ternak sapi sebaiknya tidak digembalakan terlalu pagi
karena pada waktu tersebut larva cacing biasanya dominan berada di permukaan
rumput yang masih basah.
Guna
memutus siklus hidup cacing, sebaiknya sistem penggembalaan dilakukan secara
bergilir. Artinya sapi tidak terus-menerus digembalakan di tempat yang sama.
Pada padang penggembalaan juga dapat ditaburkan copper sulphate untuk mencegah
perkembangan larva cacing hati. Untuk sapi yang dipelihara secara intensif,
pemberian rumput segar sangat tidak dianjurkan. Sebaiknya rumput dilayukan
terlebih dahulu sebelum diberikan pada sapi guna menghindari termakannya larva
cacing yang menempel pada rumput.
4. Mengendalikan Populasi Inang Antara
Mengingat
beberapa spesies cacing membutuhkan inang antara seperti siput air tawar untuk
kelangsungan hidup cacing hati, maka populasinya menjadi sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan pengendalian dan penanganan kasus cacingan. Populasi
siput air tawar dapat dikurangi dengan cara memelihara itik atau bebek yang
berperan sebagai predator alami inang antara tersebut. Selain itu, lingkungan
harus dijaga supaya tidak terlalu lembab dan basah karena kondisi tersebut
sangat baik untuk kelangsungan hidup siput air tawar.
5. Memperbaiki Kualitas Pakan
Percaya
atau tidak, bahwa kualitas pakan mempengaruhi tingkat kejadian cacingan pada
ternak sapi. Kualitas pakan, baik rumput maupun konsentrat, yang baik dapat
membantu meningkatkan daya tahan ternak sapi karena nutrisi yang diperlukan
tercukupi.
6. Monitoring telur dan larva cacing
Sebagaimana
kita ketahui bahwa penularan kasus cacingan sangat mudah terjadi dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi. Oleh karena itu, pada peternakan
skala besar perlu dilakukan upaya monitoring secara rutin (2-3 bulan sekali)
terhadap telur dan larva cacing melalui uji feses.
Upaya
pengendalian dan penanganan cacingan ini sebenarnya sangat sederhana dan dapat
dilakukan oleh semua kalangan peternak. Namun, untuk menunjang hal ini
diperlukan sebuah komitmen dan kesadaran yang tinggi dari seluruh peternak
bahwa upaya pengendalian dan penanganan kasus cacingan perlu dilakukan secara
berkelanjutan. Jika kedua modal utama tersebut hanya dimiliki oleh sebagian
peternak, maka dapat kita ramalkan tingkat keberhasilan pun menjadi lebih
kecil.
Cek Harga Sapi Hari Ini :
Cek Harga Sapi Hari Ini :